Rabu, 23 Oktober 2019

TUGAS SOFTSKILL 2 - MANAJEMEN PEMASARAN REV. INDUSTRI 4

TUGAS KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN ERA REV. INDUSTRI 4 :
MAKALAH TENTANG PERUSAHAAN YANG SEMPAT BERKEMBANG DENGAN DUKUNGAN TEKNOLOGI


Nama                           : Muhamad Reza Syahputra
NPM                           : 15216049
Jenjang / Jurusan         : S1/Manajemen
Dosen                          : Joko Utomo, SE., MMSI
Mata Kuliah                : Manajemen Pemasaran Era Rev. Industri 4



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2019



LG Corp adalah perusahaan konglomerat terbesar kedua Korea yang memproduksi elektronik, kimia, dan produk telekomunikasi. Markas pusatLGterletak di LG Twin Towers di Seoul, Korea Selatan. Organisasi ini memiliki sekitar 149 anak di seluruh dunia yang memproduksi berbagai jenis peralatan gadget elektronik dari rumah ke perangkat telekomunikasi. Electronics adalah Top 100 merek di seluruh dunia yang merupakan kekuatan yang dominan yang harus diperhitungkan dalam industri perangkat elektronik.

 










LG  (LG) adalah pemimpin global dan inovator dalam teknologi elektronik konsumen, komunikasi mobile dan home appliances, mempekerjakan lebih dari 84.000 orang yang bekerja di 112 operasi termasuk 81 anak perusahaan di seluruh dunia. Pada tahun 2008, penjualan secara global mencapai $ 44.7 milyar, LG Electronics didirikan pada tahun 1958 dan sejak itu memimpin jalan ke era digital yang maju berkat keahlian teknologi manufaktur yang diperoleh oleh banyak home appliances seperti radio dan TV. LG Electronics telah meluncurkan banyak produk baru, diterapkan teknologi baru dalam bentuk perangkat mobile dan TV digital di abad 21 dan terus memperkuat statusnya sebagai perusahaan global.
 
Produk LG
LG terdiri dari lima unit bisnis – Home Entertainment, Mobile Communications, Home Appliance, penyejuk udara dan Business Solutions. LG adalah salah satu Perusahaan terkemuka di dunia produsen panel datar TV, produk audio dan video, mobile handset, AC dan mesin cuci.

Sistem Informasi Manajemen PT. LG
Electronic Indonesia dalam Mengendalikan Inventori.
PT. LG Electronics Indonesia memiliki suatu portal yang terdiri dari sistem-sistem yang dapat diakses oleh semua pegawai PT. LG Electronics Indonesia yang berada di seluruh Indonesia. Portal tersebut dinamakan LG Electronics Enterprise Portal atau dapat disingkat dengan LGEP. Seluruh pegawai yang telah memiliki akses resmi dapat menggunakan portal ini untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Akses tersebut berupa e-mail yang didapatkan secara resmi dari PT. LG Electronics Indonesia. Sehingga dengan log in menggunakan e-mail tersebut ke dalam portal ini seluruh pegawai akan mendapatkan atau memberikan informasi terbaru mengenai data-data perusahaan. Namun, portal dan e-mail ini hanya dapat diakses di lingkungan perusahaan saja.
Yang dibahas dalam bagian ini adalah suatu system yang digunakan oleh PT. LG Electronics Indonesia dalam mengendalikan inventori yang dimiliki perusahaan. System tersebut dinamakan Global Digital Logistic System atau dapat disingkat dengan GDLS.

Sistem ini berfungsi untuk :
1.    Mengetahui pengiriman barang dari pusat ke cabang perusahaan ataupun sebaliknya, meliputi ekspedisi yang digunakan dalam pengiriman, barang-barang apa saja yang dikirim dan kapan waktu keberangkatan dan kedatangan barang setelah sampai di tujuan.
2.      Membuat jadwal-jadwal pengiriman barang dari pusat ke cabang perusahaan ataupun sebaliknya, meliputi zona tujuan, rute perjalanan dan no truk yang digunakan untuk melakukan pengiriman.
3.      Mendapatkan informasi mengenai jumlah persediaan barang yang tersedia di gudang perusahaan baik gudang pusat maupun cabang.
4.      Mengetahui apakah adanya pengembalian barang yang telah dikirim dikarenakan adanya barang yang tidak laku terjual ataupun barang yang telah rusak/cacat.
5.      Mengetahui berapa nilai barang yang telah dikirim atau diterima termasuk biaya loading barang ke gudang dan biaya tambahan lainnya.
Sistem ini terdiri dari beberapa subsistem yang memiliki fungsi berbeda berdasarkan tujuan penggunaan data, antara lain :
Delivery Dalam subsistem ini dapat digunakan untuk membuat jadwal pengiriman barang, untuk mengkonfirmasi pengiriman barang, untuk mengalokasikan truk yang digunakan untuk pengiriman barang, untuk mengetahui status pengiriman barang dan untuk mengetahui apakah ada pengiriman yang tertunda atau keterlambatan atas pengiriman barang.
Cost Dalam subsistem ini dapat digunakan untuk me-manage berbagai faktor-faktor pengiriman (biaya-biaya lain, kondisi barang, wilayah tujuan, tarif yang digunakan), untuk mengetahui apabila terjadi kesalahan selama pengiriman, untuk me-manage pengiriman barang termasuk biaya-biaya atas pengiriman tersebut.
Stock Dalam subsistem ini dapat digunakan untuk mengetahui status penerimaan barang, perhitungan fisik persediaan barang di gudang dan status persediaan barang.
Return Dalam subsistem ini dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengembalian barang yang tidak laku terjual dan rusak/cacat.

Dampak dari Penerapan Sistem Informasi Manajemen
Dengan adanya system GDLS ini, seluruh pegawai PT. LG Electronics Indonesia dapat mengetahui bagaimana kondisi inventori perusahaan yang berada di gudang pusat maupun cabang. Begitu pula, apabila terjadi masalah atau kesalahan yang berhubungan dengan inventori sehingga dapat segera diatasi langsung oleh pegawai yang berwenang. Hal ini akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas biaya dan kinerja perusahaan

VISI & MISI
VISI 
LG Electronics sedang mengejar dengan visi abad 21 menjadi pemimpin digital global sejati yang dapat membuat pelanggan senang di seluruh dunia melalui produk digital yang inovatif dan layanan LG Electronics telah menetapkan jangka menengah baru dan visi jangka panjang, yang bertujuan untuk mencapai posisi sebagai salah satu dari tiga perusahaan elektronik, informasi, dan perusahaan-perusahaan telekomunikasi terkemuka di dunia pada tahun 2010. Dengan demikian, LG merangkul filosofi "Perusahaan Yang Hebat dengan Sumber Daya Manusia Yang Hebat" dimana hanya orang-orang besar dapat membuat perusahaan besar, dan mengejar dua strategi pertumbuhan yang melibatkan "inovasi cepat" dan "pertumbuhan cepat." Demikian juga, kita berusaha untuk mengamankan tiga kemampuan inti : kepemimpinan produk, kepemimpinan pasar, dan orang-orang yang berpusat pada kepemimpinan.
VISI:
1.      GLOBAL TOP 3 OLEH 2010 (Global Top 3 Pada Perusahaan Elektronika / Telekomunikasi)
2.      STRATEGI PERTUMBUHAN ( Inovasi Tercepat / Tingkat Pertumbuhan Tercepat)
3.      INTI KOMPETENSI ( Kepemimpinan Produk, Kepemimpinan Pasar, Sumber Daya Manusia Yang mempunyai kualitas kepemimpinan )
4.      BUDAYA KERJASAMA ( Tidak ada alasan, "kami" bukan "saya", Tempat Kerja yang menyenangkan)

MISI
Strategi Pertumbuhan Pertumbuhan cepat Pertumbuhan cepat adalah hasil dari strategi yang dirancang untuk memperluas dan penghasilan dengan cepat, sementara meningkatkan tingkat pertumbuhan dari segi nilai moneter, bukan kuantitas Inovasi cepat Kemajuan yang pesat melibatkan inovasi inovasi sangat tinggi tujuan dan mengamankan keunggulan kompetitif, membidik target 30% lebih dari apa yang dapat dicapai pesaing kita. Fast inovasi juga berarti 30% lebih banyak penjualan dan peningkatan pangsa pasar kami, pengembangan produk baru dan pembukaan produk tersebut 30% lebih cepat, mengembangkan teknologi dan membangun nilai perusahaan tiga tahun ke depan dari pesaing kita. Kemampuan inti Kepemimpinan produk mengacu pada kemampuan untuk mengembangkan kreatif, atas produk-produk berkualitas, khusus yang menggunakan teknologi baru. Kepemimpinan pasar mengacu pada kemampuan untuk mencapai peringkat atas, di seluruh dunia, berkat kehadiran pasar yang tangguh di negara-negara di seluruh dunia. Orang kepemimpinan mengacu pada dominasi pasar dicapai dengan memilih dan memelihara pemain tim berbakat mampu menginternalisasi dan melaksanakan inovasi di seluruh papan. Kemampuan inti Produk Kepemimpinan Kepemimpinan produk mengacu pada kemampuan untuk mengembangkan kreatif, atas produk-produk berkualitas dengan menggunakan teknologi baru khusus. Pasar Kepemimpinan Kepemimpinan pasar mengacu pada kemampuan untuk mencapai "LG merek No 1" tujuan, berkat untuk-midable kehadiran pasar di seluruh dunia Orang Kepemimpinan Orang kepemimpinan mengacu kepada orang-orang berbakat, yang tampil sangat baik oleh internalisasi dan melaksanakan inovasi. Budaya Perusahaan Orang kepemimpinan mengacu kepada orang-orang berbakat, yang tampil sangat baik oleh internalisasi dan melaksanakan inovasi. No Excuses Orang kepemimpinan mengacu kepada orang-orang berbakat, yang tampil sangat baik oleh internalisasi dan melaksanakan inovasi. 'Kami' bukan 'aku' Kami mengejar budaya perusahaan yang mendorong semua karyawan untuk bekerja sama dan membentuk tim yang kuat. Fun Kerja Kami menciptakan suatu tempat kerja di mana kreativitas individu dan kebebasan bekerja dihormati dan dibuat menyenangkan.
Visi LG Elektronik tersebut di atas merupakan visi strategik karena di dalam visi tersebut terkandung strategik perusahaan Samsung untuk menjadi pelopor utama digital elektronik dalam berbagai produk elektroniknya, serta di dalam visi tersebut terdapat stategi LG Elektronik untuk menjadi leader inovasi elektronik dan telekomunikasi.
Di dalam Misi LG Elektronik lebih dijabarkan lagi cara2 mewujudkan visi Samsung, sehingga misi jelas mendukung langkah-langkah untuk mewujudkan visi LG dengan mengembangkan ide-ide kreatif SDM yang dimiliki oleh LG sehingga dengan memiliki SDM yang berkualitas dan kreatif akan membuahkan ide-ide kreatif untuk inovasi produk dan memajukan perusahaan dengan inovasinya sehingga bisa mewujudkan cita-citanya untuk menjadi salah satu dari tiga perusahaan terbesar di Indonesia dalam bidang elektronik dan telekomunikasi.

Macam-macam Strategi :
Strategi Korporat : LG Electronik - Strategib Bisnis : TV/Audio Video, Camera/ Camcorder, Home Appliances, Mobile Phone, Computers&Printers, Phone Cellular, Telephone. - Strategi Fungsional : Departemen Pemasaran : bertanggung jawab dalam pemasaran produk LG Elektronik di seluruh dunia sesuai dengan pangsa pasar masing-masing daerah Departemen Riset & Desain : bertanggung jawab dalam pengembangan produk2 LG Elektronik serta membuat fitur-fitur LG Elektronik semakin maju dan mengikuti perkembangan. Departemen SDM : mengembangkan kemampuan-kemampuan karyawan di LG Elektronik. Departemen Operasional : bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasional perusahaan Departemen Keuangan : mengelola keuangan perusahaan dengan menekan biaya dan meningkatkan pendapatan - Stategi Operasional : Vice Chairman : bertanggung jawab untuk Kerjasama Global dan bertanggung jawab untuk merencanakan strategi-strategi jangka panjang dan jangka menengah untuk mendorong pengembangan bisnis baru yang didasarkan pada teknologi-teknologi canggih. Executive Team :Mengelola berbagai portofolio produk di berbagai negara dan bertanggungjawab untuk merencanakan strategi pemasaran untuk semua wilayah utama di seluruh dunia. Dewan Direksi : Melayani Stakeholder utama Samsung dengan integritas dan kepercayaan Manajer Desain & Riset : Bertanggung jawab dalam inovasi bentuk2 alat elektronik serta fitur-fitur yang canggih Salah satu aset terkuat dari LG Elektronik adalah tim desain & riset yang terdiri dari para peneliti dan teknis yang berbakat dan handal. Lebih dari seperempat dari semua karyawan LG Elektronik bekerja setiap hari di penelitian dan pengembangan, dan kami berharap Jumlah tersebut akan lebih dari seperempat orang pada 2010. Mereka bekerja sama untuk mengembangkan teknologi strategis untuk teknologi-teknologi yang original di masa yang akan datang yang dirancang untuk membentuk trend baru di pasar dan untuk menentukan strategi baru untuk mencapai pencapaian tertinggi. Manajer SDM : bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia agar kulaitas karyawan lebih maju dan loyalitas SDM perusahaan semakin meningkat dibantu dengan Manajer desain& riset dalam pengembangannya

Manajement & Budaya Kerja LG Electronics Indonesia
Oleh Rudi Kuswanto
Bagaimana perusahaan asal Korea Selatan ini sanggup bertahan dan bahkan berkembang pesat?
Dua puluh tahun yang lalu, nama LG belum populer di Indonesia. Kini, LG menjelma menjadi perusahaan nasional berkelas global dengan berbagai produk inovatifnya.
Country Head HR LG Electronics Indonesia Chairul Hamdani menuturkan informasi tentang sumber daya manusia (SDM) LG yang dinilai sebagai tokoh di balik kesuksesan LG.
Saat ini, LG mempekerjakan lebih dari 4.500 pegawai yang tersebar dalam 22 kantor cabangnya di seluruh Indonesia. Sementara sejumlah 174 jaringan layanan purna jual disiapkan untuk memastikan seluruh pengguna produk LG mendapatkan layanan terbaik. Layanan purna jual ini terbagi atas 19 direct service center, 12 direct service station, 1 showroom & service center IT product, 20 LG Mobile Showroom & Service Center dan 122 consumer product authorized service center.
Rully panggilan akrab Chairul berkisah, LG Electronics Indonesia merupakan bagian dari LG Electronics Inc, dan tercatat berdiri di Indonesia sejak 1990. Dalam upaya memperkuat fondasi bisnisnya di Indonesia, perusahaan ini secara resmi melakukan penyatuan (merger) dengan PT LG Electronics Display Devices Indonesia pada 7 Januari 2006.
Rully membenarkan bahwa transformasi LG diawali ketika 20 tahun yang lalu LG adalah perusahaan yang tidak dikenal. Menurutnya, saat itu LG masih termasuk perusahaan kelas menengah ke bawah. Sekarang menjadi perusahaan yang terpandang yang diakui baik desain maupun teknologinya. Rully mengatakan ini adalah buah dari suatu perjalanan panjang dengan lompatan-lompatan yang cukup jauh.
Rully menekankan bahwa kegiatan pengelolaan SDM meliputi semua aktivitas karyawan yang merupakan integrasi antara manajemen di Korea dan Indonesia berada di bawah koordinasi corporate culture and communications department. “Kegiatan ini pun berkembang dari mulai hobi bola, futsal, sepeda, employee gathering atau hanya sekadar merayakan ultah bagi karyawan. Kalau ditanya corporate culture LG itu seperti apa, kami menyebutnya sebagai Jeong Do Managament atau Right Way, di mana poinnya adalah tentang integrity, norma-norma maupun value-value,” jelas Rully.
Menurutnya, yang menjadi perhatian serius mengelola orang di LG adalah bagaimana membuat strategi-strategi khusus. “Utamanya untuk me-retain orang-orang yang termasuk ke dalam top performers. Caranya mungkin yang paling mendasar adalah adanya paket remunerasi yang memadai. Sedangkan untuk key person dari semua divisi tentunya ada, meskipun kalau di elektronik itu yang menonjol tentu di bagian pengembangan produk. Karena seperti diketahui siklus barangbarang elektronik di pasar sangat cepat bergeraknya,” ujarnya.
Rully mencontohkan produk handphone adalah produk yang hampir tiap bulan sudah berganti model. Sehingga bagian RnD (research and development) adalah bagian yang sangat vital karena menjadi penopang keunggulan produk dari sebuah brand. Sedangkan di Indonesia, imbuh Rully, bagian RnD memiliki keterbatasan lebih kepada konten atau aplikasi. Tetapi sebuah produk itu harus tetap bisa memenuhi keinginan pasar lokal. “Aplikasi lokal ini, misalnya, bagaimana sebuah desain itu disenangi oleh masyarakat banyak. Atau bagaimana cara orang Indonesia membuka kulkas dan banyak kebiasaan-kebiasaan lainnya yang umum terjadi,” ujarnya.
Rully lantas memberi contoh ide RnD yang sukses di pasar, yakni AC terminator yang diklaim dapat membunuh nyamuk demam berdarah, lemari pendingin (refrigerator), AC hercules inverter yang hemat listrik, dan jajaran produk mesin cuci berbasis kebersihan dan kesehatan. “Itu idenya benar-benar dari lokal, kemudian digabungkan dengan desain dan dirakit di Thailand, kemudian dipatenkan. Itulah salah satu contoh dari kekuatan ide lokal. Lomba ide ini pun menjadi culture yang menarik di LG di mana dulu pernah ada juga TV dengan desain mirip bola untuk menyongsong event Piala Dunia 2002,” sambungnya.
LG sadar betul bahwa top performers di LG perlu di-retain. Bagaimana caranya? “Treatment-nya secara filosofi, seperti meliputi formula, kemudian penentuan person dengan kriteria tertentu. Potensial requirements-nya, maupun dilihat sebagai aset bagi perusahaan yang intinya adalah sama antar satu person dengan person lainnya. Mungkin hanya ada beberapa saja yang membedakan karena faktor eksternal pasar maupun internal equity perusahaan. Tidak kalah penting tentu adalah personal touch langsung antara atasan dan bawahan,” imbuh Rully.
Terkait dengan terpilihnya LG sebagai perusahaan choice of work, bagi Rully itu merupakan bukti apresiasi dari pihak luar. “Memang selama ini kami tidak pernah terbuka memberikan informasi tentang apa yang kami lakukan di dalam, serta kami tidak pernah melakukan branding secara gencar. Baru sekarang-sekarang saja kami mulai terbuka, kami melakukan banyak kegiatan yang ujungnya bisa membuat bangga karyawan bekerja di LG,” ujarnya.
Padahal, menurut Rully, LG melakukan cara yang sangat sederhana. Misalnya, membuat kuis untuk menumbuhkan awareness, mengajak makan bersama manajemen maupun memberikan komitmen dengan mendukung penuh kegiatan-kegiatan training. “Mungkin ini yang kemudian menjadi word to mouth bagi setiap karyawan, juga bagi keluarganya, serta lingkungan dan akhirnya berimbas ke masyarakat luas. Penghargaan tersebut maknanya buat kami, pertama brand awareness LG juga ikut naik, kedua banyak generasi muda yang ingin bergabung di LG. Ujungnya kami pun lebih mudah mendapatkan talent-talent di pasar,” imbuhnya.
Sedangkan strategi khusus untuk menjaga agar talent-talent terbaiknya tidak keluar, Rully mengaitkannya dengan aktivitas yang didedikasikan untuk level menengah seperti development knowledge, development capacity dari pekerjaan dan enrichment. “Sedangkan level atas tetap ada development knowledge, meskipun untuk development capacity memang sudah seperti itu dan tidak mungkin dilebarkan lagi. Jika memungkinkan ada development capacity, yang mungkin bisa dilakukan adalah melalui pengembangan ke regional lain,” tambahnya.
“Alhamdulillah, tahun 2009-2010 ini, LG Indonesia mendapat predikat sebagai fast improvement LGE indeks tertinggi di Asia Pasific. Indeks ini semacam survei yang meiliputi integrity, kepuasan karyawan, value of job, bagaimana life balance diciptakan, hubungan antara atasan, managing director lokal maupun regional serta bagaimana persepsi karyawan terhadap LG sendiri. Angka yang diperoleh cukup membanggakan karena tahun lalu masih negatif tapi tahun ini naik drastis bahkan bisa mencapai 30% dan ini diakui di regional Asia Pasific sebagai yang tertinggi,” kata Rully dengan suara tegas.
LG memang tidak bertepuk sebelah tangan. Corporate Culture & Communication Group, Ibnul Khomisi Khoiri yang telah 8 tahun bekerja di LG memiliki kesan sendiri. “Saya merasakan corporate culture yang dibangun di LG memacu agar karyawan mempunyai jiwa pemenang dan selalu siap menghadapi perubahan dan tantangan yang ada. Hal ini juga diperkuat dengan menjaga dan meningkatkan hubungan industrial antara manajemen dengan karyawan,” tuturnya.
Ibnul bangga bekerja di LG karena suasana kekeluargaan yang terjalin. Ia melihat melalui budaya diskusi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dengan mengedepankan win-win solution. “Tentu saja saya dengan senang hati akan merekomendasikan kepada teman atau kolega untuk bergabung dengan LG, karena LG memiliki budaya perusahaan yang bagus seperti budaya inovasi, selalu optimis dalam menghadapi perubahan dan tantangan, team work, diskusi, serta how to recognize our members,” kata Ibnul merekomendasikan tempat bekerjanya.

Jumat, 18 Oktober 2019

TUGAS SOFTSKILL 1 - MANAJEMEN PEMASARAN REV. INDUSTRI 4

TUGAS KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN ERA REV. INDUSTRI 4 :
MAKALAH TENTANG PERUSAHAAN YANG SEMPAT TERPURUK LALU BANGKIT KEMBALI DI INDONESIA
(PT. BLUE BIRD TBK)


Nama                           : Muhamad Reza Syahputra
NPM                           : 15216049
Jenjang / Jurusan         : S1/Manajemen
Dosen                          : Joko Utomo, SE., MMSI
Mata Kuliah                : Manajemen Pemasaran Era Rev. Industri 4





FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2019


Kehadiran ojek dan taksi online telah membuat kelabakan para pemain taksi konvensional. Tak sedikit perusahaan taksi yang sudah tutup. Bagaimana cara PT Blue Bird Tbk keluar dari tekanan
 Sigit Priawan Djokosoetono, Direktur PT Blue Bird Tbk
“Jika musuh terlalu kuat, jadikan ia sebagai sekutu atau kawan.” Salah satu siasat perang China Kuno ala Sun Tzu ini kini dijalankan manajemen PT Blue Bird Tbk. dalam menghadapi dahsyatnya persaingan dengan pelaku ojek dan taksi online yang tiga tahun terakhir mengharu-birukan Indonesia. Setidaknya hal itu bisa dibaca dari strategi bergandengan mesra dengan Go-Jek, pemain terbesar di bisnis aplikasi ojek dan taksi online.
Kedua perusahaan itu telah bersinergi meluncurkan fitur bersama: Go-Blue Bird, yang memungkinkan konsumen memesan taksi si Burung Biru melalui aplikasi Go-Jek. Sebelumnya, keduanya juga telah bekerjasama: sebagian armada taksi Blue Bird disiapkan untuk mendukung aplikasi Go-Car sehingga pemesan Go-Car sangat dimungkinkan dijemput taksi Blue Bird dengan tarif Go-Car.
Sebagian orang mungkin masih ada yang menyayangkan mengapa Blue Bird sebagai raksasa transportasi bersedia bermitra dengan Go-Jek, perusahaan kemarin sore yang masih mencari bentuk dan belum ada bukti model bisnisnya akan menguntungkan serta berkelanjutan dalam jangka panjang. Namun, manajemen Blue Bird tampaknya yakin bahwa jalan kolaborasi merupakan pilihan tepat bila melihat konteks persaingan saat ini.
Ya, langkah kolaborasi itu dalam konteks persaingan mutakhir justru bisa dimengerti sebagai siasat menghadapi lawan yang sangat kuat. Jadi, sikap itu lebih realistis meskipun agak pahit ditelan. Faktanya memang cenderung sulit melawan secara frontal gelombang perusahaan aplikasi seperti Go-Jek, Grab, dan Uber karena kehadirannya sedang menjadi tren.
Dan bukan cuma itu, ketiga pemain digital tersebut sungguh punya kekuatan yang tak mudah dihadang. Pertama, mereka didukung modal yang sangat besar yang berani membakar uang, bahkan hingga triliunan rupiah, dan siap rugi di tahun-tahun awal untuk menyubsidi serta memberikan gimmick ke para mitra pengemudinya. Ini berbeda dengan Blue Bird yang menjalankan model bisnis yang sudah mapan dan mesti untung tiap tahun, tidak bisa mungkin sembarangan membakar uang.
Kedua, mereka juga sedang menunggangi gelombang industri kreatif yang kalau dibatasi justru pihak yang membatasi dikritik habis-habisan sebagaimana pernah diwacanakan Pemerintah Indonesia yang dianggap tak mengikuti kemajuan modern. Ketiga, gelombang animo konsumen sendiri memang makin deras berpaling ke aplikasi online karena dipandang praktis dan murah.
Menimbang hal itu, merupakan pilihan yang masuk akal bila manajemen Blue Bird kemudian justru berkolaborasi dengan Go-Jek. Seperti siasat Sun Tzu, kalau lawan terlalu kuat, jadikan ia sebagai kawan atau sekutu. Jangan dihadapi secara frontal karena sama saja dengan harakiri.
Dalam konteks kerjasama dengan Go-Jek, ada dua pola yang selama ini dijalankan Blue Bird. Pertama, di dalam aplikasi Go-Jek disediakan sub-aplikasi Go-Blue Bird yang memfasilitasi siapa pun konsumen yang ingin memesan taksi dengan tarif Blue Bird (bukan tarif Go-Jek).
Yang kedua, menjadikan taksi Blue Bird sebagai bagian dari layanan Go-Car milik Grup Go-Jek. Jadi, konsumen yang memesan Go-Jek bisa saja menjumpai mobil yang menjemputnya bukan mobil pribadi, melainkan taksi Blue Bird, tetapi dengan tarif Go-Car (bukan tarif Blue Bird).
Potensi bisnis yang bisa diperoleh dari kolaborasi itu boleh dibilang menguntungkan Blue Bird. Si Burung Biru tidak akan kehilangan pasar/konsumen secara total alias masih tetap bisa menikmati pasar meski dalam hal ini harus mau berbagi pemasukan dengan Go-Jek. Tak hanya itu, tingkat utilisasi armada taksinya pun akan menjadi lebih baik dan kalangan pengemudi masih bisa memperoleh pendapatan.
Sejatinya, kolaborasi dengan Go-Jek merupakan bagian dari strategi Blue Bird agar bisa tetap eksis di era disrupsi yang belakangan ini mengubah lanskap bisnis. Pemain taksi skala kecil di luar Blue Bird sudah banyak yang ambruk. Pemain yang masih mampu bertahan mengalami penurunan pendapatan dan margin. “Seperti bisa dilihat di laporan keuangan kami dua tahun terakhir, kinerjanya memang turun,” ungkap Sigit Priawan Djokosoetono, Direktur Blue Bird.
Kinerja PT Blue Bird Tbk. (BIRD) memang dalam tekanan. Hingga triwulan III/2017, pendapatan turun 14,1% year on year menjadi Rp 3,1 triliun. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, masih mampu meraup Rp 3,64 triliun. Beruntung, Blue Bird memiliki sistem operasional yang cukup efisien dan basis pelanggan yang loyal sehingga penurunan kinerja masih bisa dikendalikan. Laba juga masih dikantongi.
Di tengah hantaman pesaing seperti itu, Blue Bird punya tantangan yang berat. Skala organisasinya cukup besar sehingga membuat perubahan tak semudah dilakukan perusahaan kecil. Setidaknya ada 45 ribu pegawai dalam naungan si Burung Biru, termasuk 35 ribu pengemudi. Blue Bird memiliki sekitar 35 ribu armada yang tersebar di 18 kota Indonesia. Selama ini mereka selalu unggul bila bersaing dengan sesama pemain transportasi. ”Tapi, kali ini bukan hal yang mudah karena kami berhadapan dengan perusahaan aplikasi, suatu persaingan yang baru bagi kami,” kata Sigit mengakui.
Di tengah tekanan, kreativitas pun muncul. Selain berkolaborasi, diam-diam Blue Bird juga mulai memperkuat lini bisnis digitalnya, khususnya dalam aspek channelling. Ada sejumlah langkah penting yang sudah dilakukan. Salah satunya, membangun kembali aplikasi pemesanan taksi berbasis digital milik sendiri, My Blue Bird, sejak awal 2017.
Manajemen Blue Bird menyadari ada segmen dari generasi sekarang, termasuk kalangan milenial, yang lebih suka memesan taksi melalui aplikasi. Karena itu, mereka pun menyempurnakan aplikasi lama yang mereka miliki dengan berbagai pengembangan kekinian. My Blue Bird sejatinya merupakan penyempurnaan dari Blue Bird Taxi Mobile Reservation yang sudah dioperasikan tahun 2011.
Aplikasi My Blue Bird yang baru memberikan lebih banyak kemudahan dan kenyamanan dibandingkan pemesanan melalui telepon atau mencegat taksi di jalan. “Pemesan taksi memungkinkan mengetahui titik keberadaan taksi yang menjemput melalui peta digital, rute perjalanan juga terlihat, bisa memperkirakan kapan taksi akan datang, tracking call driver, termasuk perkiraan biaya perjalanannya,” Sigit menjelaskan.
Dari aplikasi My Blue Bird dimungkinkan pula memesan taksi untuk waktu tertentu ke depan (bukan sekarang), misalnya untuk ke bandara esok hari. Penumpang pun bisa memberi nilai langsung ke pelayanan pengemudi serta menerima bukti pembayaran melalui surat elektronik. Contoh pengembangan lainnya, aplikasi My Blue Bird kini juga sudah dilengkapi fitur Call Driver agar pelanggan bisa langsung menghubungi pengemudi tanpa mesti telepon sentra panggilan terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan armada –seperti pengemudi taksi online. Hanya saja, nomor ponsel pelanggan tidak muncul di perangkat pengemudi di mobil demi menjaga privasi tamu.
Menguatnya gaya hidup digital di kalangan konsumen makin mendorong Blue Bird untuk all out. Agar My Blue Bird cepat dikenal, Sigit dan jajarannya melakukan serangkaian program untuk mendorong konsumen agar mau memesan taksi menggunakan aplikasi ini. Contohnya, dibuat program promosi: konsumen yang memesan taksi melalui aplikasi My Blue Bird akan diberi diskon biaya taksi dalam jumlah rupiah tertentu. Jumlah diskonnya disesuaikan dengan program, jarak, dan lokasi.
Manajemen Blue Bird yakin seiring dengan sosialisasi yang intens, aplikasi yang bisa diunduh dari AppStore ataupun Google Play ini akan makin banyak dikenal serta digunakan pelanggan. Ini penting karena selama ini pilar utama order pemesanan taksi si Burung Biru memang dari sentra panggilan (telepon) dan pola cegat di jalan.
Namun, kerjasama dengan Go-Jek dan pengembangan My Blue Bird tidak dirasa cukup oleh manajemen Blue Bird. “Kerjasama dengan Go-Jek merupakan salah satu cara kami mempermudah layanan pemesanan taksi ke konsumen. (Namun) Kami terus mengembangkan strategi multichannel, bukan hanya dengan Go-Jek,” ungkap Sigit.
Contoh konkret adalah promosi bekerjasama dengan Mastercard: bila pesan taksi via My Blue Bird menggunakan Mastercard, hingga frekuensi tertentu, akan diikutkan untuk nonton bola di Eropa, dsb. “Kami memang bisa memberi diskon tapi tak boleh membuat tarif sendiri yang sangat murah karena di industri taksi, ini semua diatur,” kata Sigit.
Selain dengan program diskon, Blue Bird juga melakukan kerjasama sinergis dengan pebisnis lain agar frekuensi penggunaan My Blue Bird meningkat. Contohnya, kerjasama dengan McDonald's Indonesia. Kedua pihak sepakat pelanggan mereka akan mendapatkan penawaran khusus bila mengakses aplikasi My Blue Bird atau McDelivery online.
Pelanggan Blue Bird yang memesan taksi via aplikasi My Blue Bird dengan tarif minimal Rp 100 ribu akan mendapatkan benefit yang dapat digunakan untuk memesan melalui McDelivery online. Sebaliknya, pelanggan McDonald’s yang bertransaksi melalui McDelivery online, baik web maupun aplikasi mobile, dengan nilai minimal Rp100 ribu, akan mendapatkan benefit yang dapat digunakan untuk memesan taksi melalui aplikasi My Blue Bird.
Fitur My Blue Bird terus disempurnakan dari waktu ke waktu. Dari sisi pembayaran, misalnya, bisa dilakukan secara tunai atau kredit dengan menggesekkan kartu (cashless). Dalam hal ini, My Blue Bird bekerjasama dengan Mastercard untuk pembayaran nontunai. Blue Bird pun sudah menerbitkan e-voucher untuk mengganti pembayaran kartu kredit dengan elektronik.
Terobosan lainnya: fasilitas Easy Ride dalam My Blue Bird yang diluncurkan tahun lalu. Fasilitas ini bermanfaat bagi penumpang taksi yang naik secara mencegat di jalan atau lokasi terdekat (on the spot, bukan order) tetapi ingin membayarnya secara nontunai. Caranya: pelanggan cukup klik ikon Easy Ride dan memasukkan nomor taksi di aplikasi My Blue Bird miliknya, lalu akan mendapatkan passcode yang harus diinfokan ke pengemudi. Pelanggan tidak perlu memikirkan uang kembalian, semua transaksi terintegrasi melalui aplikasi My Blue Bird. Di akhir perjalanan, pelanggan akan menerima e-receipt melalui surel secara real-time.
Tentu saja, peningkatan utilisasi taksi berbasis digital tak hanya dilakukan dengan My Blue Bird ataupun channeling dengan Go-Jek. Sejumlah proyek kolaborasi berbasis digital sudah dan akan dijalankan Blue Bird. Semua program itu ditujukan untuk meningkatkan penjualan.
Contohnya, kerjasama dengan Traveloka. Blue Bird menggandeng situs melancong ini sebagai penyedia kendaraan transportasi premium bandara yang bisa dipesan via aplikasi Traveloka. Dalam hal ini Blue Bird Group mendedikasikan taksi khusus Golden Bird dan Big Bird. Fitur ini bisa dimanfaatkan pengguna yang hendak melakukan perjalanan dari dan ke bandara sehingga tak perlu mengantre saat di bandara.
Di luar langkah di atas, banyak yang tak tahu, Blue Bird pun memanfaatkan basis pelanggan di kalangan korporat besar, khususnya mereka yang biasa menyewa mobil dalam jumlah banyak untuk kepentingan transportasi karyawan. Di sini, si Burung Biru memperbarui aplikasi layanan B2B ini dengan membuat interface dan fitur tersendiri untuk memudahkan pelanggan korporat tersebut dalam menjaga optimalisasi penggunaan armada mobil. Menurut Sigit, pelanggan korporat seperti ini relatif tak terkena imbas ojek online karena mementingkan kualitas layanan yang selama ini diberikan Blue Bird.
Melihat langkah yang ada, muncul pertanyaan: bagaimana Blue Bird melakukan itu semua?
Sigit menjelaskan bahwa pihaknya bisa melakukan berbagai penyesuaian di bidang teknologi karena sudah memperkuat sistem TI internalnya. Berbagai aplikasi telah diterapkan dalam proses bisnis, termasuk core system-nya yang telah diperkuat SAP. Dari sisi SDM TI, mereka juga terus mengejar kemajuan dengan menambah tenaga ahli bidang tech business agar bisa menelurkan ide-ide aplikasi layanan baru.
Bisa dimaklumi jika mereka berinovasi semacam itu. Bagi Blue Bird, sangatlah penting membuat pendapatan bisnis taksi reguler tetap bagus karena selama ini menyumbang 75% pendapatannya. Menariknya, perlahan-lahan langkah penetrasi di ranah digital pun mulai menunjukkan hal positif.
Aplikasi My Blue Bird, misalnya, sudah diunduh sekitar 1,5 juta pengguna. Hal ini otomatis menambah jumlah booking. Lalu, kolaborasi dengan sejumlah mitra, yakni Go-Jek, Traveloka, McDonald's, dan Mastercard, pun mulai menunjukkan hasil. Misalnya, dihitung dari kolaborasi dengan Go-Jek: katakankan ada 8.000 taksi Blue Bird yang per hari beroperasi dengan platform Go-Jek dan tiap hari rata-rata menghasilkan pemasukan Rp 200 ribu per pengemudi, maka dari kolaborasi bisnis dengan Gojek ini saja dalam setahun (365 hari) bisa menghasilkan pendapatan Rp 584 miliar. Ini dengan asumsi –sekali lagi asumsi– pengemudi yang memperoleh penumpang dari Go-Jek rata-rata hanya mendapat argo Rp 200 ribu.
Tentu saja, ini belum digabungkan dengan pendapatan dari penetrasi digital lain seperti kolaborasi dengan Traveloka dan kanal-kanal B2B lainnya. Bisa dimengerti ketika ditanya berapa persen jumlah order yang saat ini datang dari ranah digital, Sigit menginformasikan, “Sudah di atas 20%.” Hingga kuartal III/2017, pendapatan yang dikantongi mencapai Rp 3,13 triliun dan memberikan laba bersih Rp 302,12 miliar.
Asnan Furinto, pakar manajemen dan dosen Manajemen Strategis Universitas Bina Nusantara, memberikan catatan penting agar Blue Bird lebih waspada terhadap persaingannya dengan kalangan ojek online. “Mereka saat ini masih mungkin memang pada tahap bakar duit, tetapi laba bukan satu-satunya ukuran bagi investor atau pemodal ventura untuk mendanai perusahaan rintisan digital. Di era sekarang, yang jadi alternatif ukuran adalah potensi pertumbuhan perusahaan melalui penguasaan data pelanggan, customer analytics, yang valuasinya bisa jadi sangat tinggi,” Asnan menandaskan.
Dia lalu menganalisis, bermodal pengalaman operasionalnya yang mampu bertahan di era digital saat ini --di mana banyak perusahaan taksi konvensional gulung tikar atau berkurang drastis jumlah armadanya-- Blue Bird akan terus bisa eksis berbekal reputasi dan ekuitas mereknya yang sangat tinggi di kota-kota besar Indonesia. Hanya saja, dia menengarai si Burung Biru masih setengah hati dalam mengadopsi teknologi digital ke dalam strategi bisnisnya. “Teknologi digital masih diposisikan sebagai komplementer, pelengkap dari strategi konvensional yang selama ini sudah dimiliki. Harusnya bisa lebih jauh, pada integrasi aspek online dan offline,” katanya.
Alhasil, Blue Bird disarankan Asnan untuk berinovasi dengan membuat sistem mileage/frequent commuter bagi penumpangnya, seperti sudah lazim di industri penerbangan. Lalu, membangun platform pembayaran, katakanlah namanya Blue Bird Pay (seperti Go-Pay milik Go-Jek) yang bisa digunakan untuk membayar transaksi di gerbang tol atau untuk berbelanja di berbagai merchant. “Intinya, mengadopsi aspek digital secara paripurna, tidak bisa lagi setengah-setengah hanya digitalisasi pada sistem pemesanan/booking,” dia menandaskan.
Catatan Asnan kiranya masuk akal. Dan, boleh jadi sudah masuk dalam rencana Blue Bird. Yang pasti, sejauh ini raksasa taksi konvensional itu sudah menunjukkan keluwesannya menghadapi medan persaingan dan disrupsi yang begitu besar. Keluwesan ini kiranya menjadi modal penting untuk keberlanjutan usaha.