Minggu, 01 Desember 2019

TUGAS SOFTSKILL 3 - MANAJEMEN PEMASARAN REV. INDUSTRI 4

TUGAS KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN
ERA REV. INDUSTRI 4 :
MAKALAH TENTANG PERUSAHAAN YANG MEMASARKAN PRODUK SEBELUM DAN SESUDAH MENGGUNAKAN INDUSTRI 4.0


Nama                           : Muhamad Reza Syahputra
NPM                           : 15216049
Jenjang / Jurusan         : S1/Manajemen
Dosen                          : Joko Utomo, SE., MMSI
Mata Kuliah                : Manajemen Pemasaran Era Rev. Industri 4



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2019


Pada awal abad ke-20, Schneider et Cie bekerja sama dengan Westinghouse Systems sebuah grup yang bergerak di bidang elektrik. Dari situ mereka membuat motor elektrik dan lokomotif. Setelah Perang Dunia II bisnis peralatan perang mulai ditinggalkan dan beralih ke pekerjaan teknik elektrik, besi serta baja. Perusahaan ini tetap menangani sektor ini sampai awal tahun 1980.
Pada tahun 1981, Grup Schneider terpecah, fokus di elektrik dan pengontrolan industri. Hal ini diikuti strategi akuisisi Telemecanique (1988), Square D (1991), Merlin Gerin (1992), dan APC (2007). Merek-merek itulah yang menjadi produk andalan yang ditawarkan perusahaan.
Tahun 1999, Groupe Schneider berganti nama menjadi Schneider Electric.
Tahun 1836 dua bersaudara Eugène dan Adolphe Schneider mengambil alih sebuah pabrik pengecoran logam yang terbengkalai di Le Creusot, yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam revolusi industri. Usaha mereka fokus di industri baja seperti rel kereta, peralatan kapal dan industri berat lainnya.
Anak Eugène, Henri Schneider, mulai menggunakan cara baru yang ada pada tahun 1860-1870 yang memungkinkan untuk memproduksi baja yang lebih murah tetapi juga lebih kuat. Juga pada saat yang sama Merlin Gerin, Telemecanique, dan Square D mulai membaik. Setelah Perang Dunia II Schneider menerapkan stategi baru, masuk ke Jerman dan Eropa timur.
Tahun 1944–1981, Setelah Revolusi Prancis, Schneider mulai menemui masa krisis. Pemimpin baru Charles Schneider secara progresif meninggalkan industri peralatan perang dan masuk ke sektor sipil.
Charles Schneider meninggal pada Agustus 1960. Terjadilah masalah suksesor. Baron Edouard-Jean Empain mengambil kontrol pada 1969, namun Ia gagal. Akhirnya dimulailah aliansi dengan perusahaan-perusahaan yang lain.
Tahun 1981, Didier Pineau-Valencienne mengubah struktur perusahaan, membuang sektor yang tidak menguntungkan seperti besi, baja dan konstruksi perkapalan. Setelah masalah finansial terselesaikan, Schneider memulai ekspansi pada akhir 1980. Setelah mendapat banyak dari Merin Gerin (1986), Pineau-Valencienne mulai membeli perusahaan lain seperti Télémecanique (1988) dan Square D (1991). Di bulan Mei 1999, dibawah kepemimpinan CEO yang baru Henri Lachmann, Group Schneider mengubah namanya menjadi Schneider Electric, menunjukkan bahwa bisnis utamanya adalah bidang elektrik.
Henri Lachmann pensiun tahun 2007 digantikan oleh Jean-Pascal Tricoire, yang sekarang menjadi CEO.
Bulan Oktober 2008 Schneider Electric PMC Victoria di Kanada mendapat penghargaan sebagai salah satu tempat kerja terbaik oleh Mediacorp Canada Inc.
Saat ini PT Schneider Electric Indonesia memiliki pabrik di tiga tempat, Cikarang, Cibitung dan Pulau Batam dengan total karyawan 4500 orang. Tahun 2012 pabrik baru di bangun di Cibitung dan pada tahun 2017, Pabrik Schneider Electric di Cikarang diperbesar menjadi Pabrik Engineering To Order terbesar di Asia milik Schneider yang menghasilkan produk panel tegangan rendah hingga menengah termasuk perakitan untuk produk tegangan rendah. Lebih dari 75 persen produk di ekspor.
Di mulai tahun 2017, Schneider Electric Indonesia menyelenggarakan Innovation Summit di Indonesia yang memperlihatkan invoasi IoT terbarunya dalam pengelolaan energi dan otomasi yang terintegrasi dalam platform.
Schneider Electric di Batam, Kepulauan Riau, menjadi pabrik percontohan pertama Kementerian Perindustrian dalam mendorong akselerasi implementasi industri 4.0 di Indonesia, Jumat.
Secara umum, Industri 4.0 ditandai konektivitas, interaksi dan semakin konvergensinya batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi. Implementasi Industri 4.0 di manufaktur sangat terkait dengan penyediaan infrastruktur, teknologi informasi dan komunikasi antara lain; Internet of Things, Big Data, Cloud Computing, Artificial Intellegence, Mobility, Virtual dan Augmented Reality, sistem sensor dan otomasi.

Untuk itu, Schneider Electric sebagai perusahaan global pengelolaan energi, otomasi dan proteksi listrik, hari ini menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kemenperin terkait pengembangan dan penerapan Industri 4.0, yang bertujuan mengembangkan, meningkatkan keterampilan dan optimalisasi penggunaan hasil evolusi industri.
Nota Kesepahaman itu diteken Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kemenperin Ngakan Timur Antara bersama Vice President PT Schneider Electric Manufacturing Batam Gabriel De Tissot, disaksikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Senior Vice President of Global Supply Chain for Schneider Electric in East Asia Japan Pacific Jim Tobojka.
"Kolaborasi dengan berbagai mitra yang berkompeten di bidang transformasi digital seperti Schneider Electric merupakan bagian dari penguatan kebijakan Kemenperin dalam mempercepat pengimplementasian revolusi industri 4.0 di industri manufaktur yang memiliki peranan sangat penting dalam pencapaian visi Indonesia untuk mejadi 10 ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030," kata Airlangga Hartarto di pabrik Schneider Electric, Jumat.
Ia menambahkan, "Dengan adanya lighthouse berupa Smart Factory di Batam akan memberikan gambaran lebih riil kepada para pelaku industri di Indonesia mengenai proses perjalanan transformasi digital industri dan manfaatnya bagi bisnis."
Percepatan implementasi revolusi industri keempat oleh Kemenperin merupakan bagian dari inisiatif Making Indonesia 4.0, yang diluncurkan Presiden RI, Joko Widodo, pada 4 April 2018 dengan menetapkan lima sektor industri prioritas yaitu Industri Makanan dan Minuman, Industri Otomotif, Industri Elektronik, Industri Kimia dan Industri Tekstil dan Produk Tekstil.



Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian, Ngakan Timur Antara, menyampaikan "Selama tiga tahun masa Nota Kesepahaman, Schneider Electric akan menjadi mitra kerja Kemenperin dalam melaksanakan pelatihan dan pendampingan bagi para pelaku industri."
"Serta menjadi pabrik percontohan bagi pelaku industri di Indonesia yang ingin belajar dan menyaksikan secara langsung penerapan otomasi pabrik Schneider Electric di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia," katanya.
Ngakan mengatakan program pelatihan dan pendampingan "Manajer Transformasi Industri 4.0" bakal melatih peserta selama satu minggu terkait transformasi digital dalam penerapan industri 4.0.
Country President Schneider Electric Indonesia, Xavier Denoly, mengatakan Revolusi Industri 4.0 diperkirakan akan berkontribusi 3,7 triliun dolar AS terhadap perekonomian global karena meningkatnya produktivitas.
Menurut dia, teknologi digital dan globalisasi secara signifikan mengubah model bisnis di semua sektor, meningkatkan laju perubahan dalam dunia kerja dan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru serta keterampilan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan sebelumnya.
"Kerjasama dengan Kemenperin dan Smart Factory kami di Batam dalam pelatihan dan pendampingan akan membuka peluang terbesar bagi para pelaku industri untuk berdiskusi dan membangun kompetensi dalam penerapan digitalisasi, otomasi dan proses transformasi digital di manufaktur dengan merujuk pada praktek terbaik yang pernah ada," kata Xavier Denoly.
Ia menambahkan bahwa Schneider Electric Indonesia telah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membangun pusat pelatihan dan pengembangan ahli ketenagalistrikan Indonesia, pengembangan kurikulum dan bantuan peralatan laboratorium yang menghasilkan lulusan kompeten untuk menghadapi era digitalisasi yang menargetkan 10.800 siswa SMK siap kerja hingga 2023.
Di Batam, Schneider mempekerjakan lebih dari 2.900 karyawan di tiga smart factory yang memproduksi ragam produk (contractor, relay, variable speed drives, sensors, circuit breakers, electronic boards) yang didistribusikan tidak hanya untuk pasar dalam negeri, namun juga Eropa, Amerika Utara, China, India dan wilayah Asia Pasifik.
"Kami sangat bangga dapat bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian Indonesia untuk menjadi pabrik percontohan Industri 4.0 pertama di Indonesia dan diperhitungkan sebagai salah satu perusahaan terkemuka di wilayah ini," kata Gabriel De Tissot, Vice President PT Schneider Electric Manufacturing Batam.
"Semua karyawan di pabrik kami mendapatkan manfaat dari solusi Industri 4.0 dimana return on investment (ROI) teknologi ini bervariasi dari 6 bulan sampai 2 tahun," kata dia.
Berikut adalah data historis perusahaan Schneider Electric 5 Tahun terakhir (2013 – 2018) berdasarkan website www.se.com