TUGAS KULIAH MANAJEMEN
PEMASARAN
MAKALAH TENTANG
PERUSAHAAN YANG MEMASARKAN PRODUK SEBELUM DAN SESUDAH MENGGUNAKAN INDUSTRI 4.0
Nama : Muhamad Reza
Syahputra
NPM : 15216049
Jenjang / Jurusan : S1/Manajemen
Dosen :
Joko Utomo, SE., MMSI
Mata Kuliah : Manajemen Pemasaran Era Rev.
Industri 4
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2019
Pada awal abad ke-20, Schneider et Cie
bekerja sama dengan Westinghouse Systems sebuah grup yang bergerak di bidang elektrik.
Dari situ mereka membuat motor elektrik dan lokomotif. Setelah Perang Dunia II
bisnis peralatan perang mulai ditinggalkan dan beralih ke pekerjaan teknik
elektrik, besi serta baja. Perusahaan ini tetap menangani sektor ini sampai
awal tahun 1980.
Pada tahun 1981, Grup Schneider terpecah,
fokus di elektrik dan pengontrolan industri. Hal ini diikuti strategi akuisisi
Telemecanique (1988), Square D (1991), Merlin Gerin (1992), dan APC (2007).
Merek-merek itulah yang menjadi produk andalan yang ditawarkan perusahaan.
Tahun
1999, Groupe Schneider berganti nama menjadi Schneider Electric.
Tahun 1836 dua bersaudara Eugène dan
Adolphe Schneider mengambil alih sebuah pabrik pengecoran logam yang
terbengkalai di Le Creusot, yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam
revolusi industri. Usaha mereka fokus di industri baja seperti rel kereta,
peralatan kapal dan industri berat lainnya.
Anak Eugène, Henri Schneider, mulai
menggunakan cara baru yang ada pada tahun 1860-1870 yang memungkinkan untuk
memproduksi baja yang lebih murah tetapi juga lebih kuat. Juga pada saat yang
sama Merlin Gerin, Telemecanique, dan Square D mulai membaik. Setelah Perang
Dunia II Schneider menerapkan stategi baru, masuk ke Jerman dan Eropa timur.
Tahun 1944–1981, Setelah Revolusi Prancis,
Schneider mulai menemui masa krisis. Pemimpin baru Charles Schneider secara
progresif meninggalkan industri peralatan perang dan masuk ke sektor sipil.
Charles Schneider meninggal pada Agustus
1960. Terjadilah masalah suksesor. Baron Edouard-Jean Empain mengambil kontrol
pada 1969, namun Ia gagal. Akhirnya dimulailah aliansi dengan
perusahaan-perusahaan yang lain.
Tahun 1981, Didier Pineau-Valencienne
mengubah struktur perusahaan, membuang sektor yang tidak menguntungkan seperti
besi, baja dan konstruksi perkapalan. Setelah masalah finansial terselesaikan,
Schneider memulai ekspansi pada akhir 1980. Setelah mendapat banyak dari Merin
Gerin (1986), Pineau-Valencienne mulai membeli perusahaan lain seperti
Télémecanique (1988) dan Square D (1991). Di bulan Mei 1999, dibawah
kepemimpinan CEO yang baru Henri Lachmann, Group Schneider mengubah namanya
menjadi Schneider Electric, menunjukkan bahwa bisnis utamanya adalah bidang
elektrik.
Henri Lachmann pensiun tahun 2007
digantikan oleh Jean-Pascal Tricoire, yang sekarang menjadi CEO.
Bulan Oktober 2008 Schneider Electric PMC
Victoria di Kanada mendapat penghargaan sebagai salah satu tempat kerja terbaik
oleh Mediacorp Canada Inc.
Saat ini PT Schneider Electric Indonesia
memiliki pabrik di tiga tempat, Cikarang, Cibitung dan Pulau Batam dengan total
karyawan 4500 orang. Tahun 2012 pabrik baru di bangun di Cibitung dan pada
tahun 2017, Pabrik Schneider Electric di Cikarang diperbesar menjadi Pabrik
Engineering To Order terbesar di Asia milik Schneider yang menghasilkan produk
panel tegangan rendah hingga menengah termasuk perakitan untuk produk tegangan
rendah. Lebih dari 75 persen produk di ekspor.
Di mulai tahun 2017, Schneider Electric
Indonesia menyelenggarakan Innovation Summit di Indonesia yang memperlihatkan
invoasi IoT terbarunya dalam pengelolaan energi dan otomasi yang terintegrasi
dalam platform.
Schneider Electric di Batam, Kepulauan
Riau, menjadi pabrik percontohan pertama Kementerian Perindustrian dalam
mendorong akselerasi implementasi industri 4.0 di Indonesia, Jumat.
Secara umum, Industri 4.0 ditandai
konektivitas, interaksi dan semakin konvergensinya batas antara manusia, mesin,
dan sumber daya lainnya melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Implementasi Industri 4.0 di manufaktur sangat terkait dengan penyediaan
infrastruktur, teknologi informasi dan komunikasi antara lain; Internet of
Things, Big Data, Cloud Computing, Artificial Intellegence, Mobility, Virtual
dan Augmented Reality, sistem sensor dan otomasi.
Untuk itu, Schneider Electric sebagai
perusahaan global pengelolaan energi, otomasi dan proteksi listrik, hari ini
menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kemenperin terkait pengembangan dan
penerapan Industri 4.0, yang bertujuan mengembangkan, meningkatkan keterampilan
dan optimalisasi penggunaan hasil evolusi industri.
Nota Kesepahaman itu diteken Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri Kemenperin Ngakan Timur Antara bersama
Vice President PT Schneider Electric Manufacturing Batam Gabriel De Tissot,
disaksikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Senior Vice President
of Global Supply Chain for Schneider Electric in East Asia Japan Pacific Jim
Tobojka.
"Kolaborasi dengan berbagai mitra
yang berkompeten di bidang transformasi digital seperti Schneider Electric
merupakan bagian dari penguatan kebijakan Kemenperin dalam mempercepat
pengimplementasian revolusi industri 4.0 di industri manufaktur yang memiliki
peranan sangat penting dalam pencapaian visi Indonesia untuk mejadi 10 ekonomi
terbesar di dunia pada tahun 2030," kata Airlangga Hartarto di pabrik
Schneider Electric, Jumat.
Ia menambahkan, "Dengan adanya
lighthouse berupa Smart Factory di Batam akan memberikan gambaran lebih riil
kepada para pelaku industri di Indonesia mengenai proses perjalanan
transformasi digital industri dan manfaatnya bagi bisnis."
Percepatan implementasi revolusi industri
keempat oleh Kemenperin merupakan bagian dari inisiatif Making Indonesia 4.0,
yang diluncurkan Presiden RI, Joko Widodo, pada 4 April 2018 dengan menetapkan
lima sektor industri prioritas yaitu Industri Makanan dan Minuman, Industri
Otomotif, Industri Elektronik, Industri Kimia dan Industri Tekstil dan Produk
Tekstil.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri Kementerian, Ngakan Timur Antara, menyampaikan "Selama tiga tahun
masa Nota Kesepahaman, Schneider Electric akan menjadi mitra kerja Kemenperin
dalam melaksanakan pelatihan dan pendampingan bagi para pelaku industri."
"Serta menjadi pabrik percontohan
bagi pelaku industri di Indonesia yang ingin belajar dan menyaksikan secara
langsung penerapan otomasi pabrik Schneider Electric di Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, Indonesia," katanya.
Ngakan mengatakan program pelatihan dan
pendampingan "Manajer Transformasi Industri 4.0" bakal melatih
peserta selama satu minggu terkait transformasi digital dalam penerapan
industri 4.0.
Country President Schneider Electric
Indonesia, Xavier Denoly, mengatakan Revolusi Industri 4.0 diperkirakan akan
berkontribusi 3,7 triliun dolar AS terhadap perekonomian global karena meningkatnya
produktivitas.
Menurut dia, teknologi digital dan
globalisasi secara signifikan mengubah model bisnis di semua sektor,
meningkatkan laju perubahan dalam dunia kerja dan menciptakan
pekerjaan-pekerjaan baru serta keterampilan yang lebih tinggi dari yang
dibutuhkan sebelumnya.
"Kerjasama dengan Kemenperin dan
Smart Factory kami di Batam dalam pelatihan dan pendampingan akan membuka
peluang terbesar bagi para pelaku industri untuk berdiskusi dan membangun
kompetensi dalam penerapan digitalisasi, otomasi dan proses transformasi
digital di manufaktur dengan merujuk pada praktek terbaik yang pernah
ada," kata Xavier Denoly.
Ia menambahkan bahwa Schneider Electric
Indonesia telah bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
membangun pusat pelatihan dan pengembangan ahli ketenagalistrikan Indonesia,
pengembangan kurikulum dan bantuan peralatan laboratorium yang menghasilkan
lulusan kompeten untuk menghadapi era digitalisasi yang menargetkan 10.800
siswa SMK siap kerja hingga 2023.
Di Batam, Schneider mempekerjakan lebih
dari 2.900 karyawan di tiga smart factory yang memproduksi ragam produk
(contractor, relay, variable speed drives, sensors, circuit breakers,
electronic boards) yang didistribusikan tidak hanya untuk pasar dalam negeri,
namun juga Eropa, Amerika Utara, China, India dan wilayah Asia Pasifik.
"Kami sangat bangga dapat bekerja
sama dengan Kementerian Perindustrian Indonesia untuk menjadi pabrik
percontohan Industri 4.0 pertama di Indonesia dan diperhitungkan sebagai salah
satu perusahaan terkemuka di wilayah ini," kata Gabriel De Tissot, Vice
President PT Schneider Electric Manufacturing Batam.
"Semua karyawan di pabrik kami
mendapatkan manfaat dari solusi Industri 4.0 dimana return on investment (ROI)
teknologi ini bervariasi dari 6 bulan sampai 2 tahun," kata dia.
Berikut adalah data historis perusahaan
Schneider Electric 5 Tahun terakhir (2013 – 2018) berdasarkan website www.se.com