KASUS PEMBUNUHAN MUNIR
Hak Asasi Manusia adalah
hak dasar atau hak pokok yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara
kodrat telah ada pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat karena hak
ini merupakan pemberian langsung dari Tuhan yang melekat pada setiap manusia .
HAM adalah hak yang
bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki oleh manusia berdasarkan
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci
.Menurut G.J. Wolhots, “Pengertian HAM adalah sejumlah hak yang
melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia” dan justru karena
kemanusiaannya itulah, hak tersebut tidak dapat dicabut siapa pun juga karena
jika dicabut akan hilang kemanusiaannya.
Selain memiliki hak asas,
manusia juga memiliki kewajiban yaitu kewajiban asasi.
Kewajiban asasi manusia
ialah dengan menghormati, menjamin, dan melindungi hak asasi manusia lainnya.
Hak untuk bebas, hak
untuk hidup, dan hak untuk kebahagiaan manusia dapat terjamin dan tak diganggu,
apabila ia sendiri menjamin dan melindungi hak hidup, kebebasan dan kebahagiaan
orang lain. Jika hal tersebut tidak mampu terwujud atau dapat dimaksudkan bahwa
kewajiban asasi tidak dijalankan, maka secara perlahan atau cepat akan terjadi
pelanggaran HAM.
Dengan itu, secara sederhana bahwa Pelanggaran
Hak Asasi Manusia itu merupakan pelanggaran terhadap kewajiban asasi yang
dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang kepada orang lain. Menurut
Pasal 1 No. 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Menurut UU No. 26 Tahun
2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang
secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi
Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Kasus pelanggaran HAM
yang pernah terjadi di Indonesia ialah kasus terbunuhnya Munir Said Thalib atau yang biasa dipanggil Munir.
Munir
Said Thalib yang lahir di Malang,Jawa Timur, 8
Desember 1964, meninggal di jakarta dalam pesawat menuju Belanda. Hal ini
terjadi pada 7 September 2004. Munir ialah seorang aktivis HAM Indonesia,
jabatan terakhirnya adalah Direktur
Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Nama Munir melambung
sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu.
Masa dimana dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus.
Pada tahun 1998, Kopassus dituding [sulit
untuk membuktikan] dengan ertanggung jawab terhadap kegiatan penculikan dan
penghilangan nyawa beberapa aktivis pro demokrasi yang dilakukan Tim Mawar.
Keterlibatan peristiwa Mei 1998. Banyak hasil
penelitian tim pencari fakta independen menemukan adanya organisasi terstruktur
rapi dalam militer yang dengan sengaja dan maksud tertentu menyulut kerusuhan
massa di Jakarta dan Surakarta (kedua kota tersebut secara kebetulan adalah
daerah basis/markas Kopassus, yaitu Cijantung-Jakarta dan Kandang Menjangan-Surakarta).
Pada 2007 masalah Tim
Mawar ini kembali mencuat ke permukaan melihat kenyataan bahwa 11 tentara yang
terlibat (6 di antaranya dipecat pada 1999), ternyata tidak jadi dipecat tetapi
tetap meniti karir, naik pangkat dan beberapa diketahui memegang posisi-posisi
penting seperti Dandim dengan pangkat kolonel. Panglima TNI menyatakan hanya 1
dari 6 perwira tersebut yang benar-benar dipecat.
Setelah Soeharto jatuh,
penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan
diadilinya para anggota tim mawar. Jenazah Munir dimakamkan di TPU Kota Batu.
Munir meninggal dalam perjalannya menuju Amsterdam, duduk di kursi Bisnis
bersama seorang Dokter bernama tarmizi
dan seorang purser bernama Madjib,
sebelum meninggal, Munir sempat bolak-balik toilet dikarenakan racun yang
sedang bekerja di dalam tubuhnya Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan
kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) mendapatkan senyawa
arsenik (arsenikum) setelah Munir di otopsi.
Belum diketahui siapa
yang meracuni Munir, meskipun beberapa ahli menduga bahwa ada oknum yang memang
ingin menyingkirkannya. Pada 20 Desember 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi 14 tahun hukuman penjara
atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus dengan
sengaja menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin
"mendiamkan" aktivis HAM tersebut. Hakim Cicut Sutiarso juga menyatakan bahwa Pollycarpus sempat menerima
beberapa panggilan telepon dari agen intelijen senior. Hal ini dapat terjadi karena
kurangnya fleksibilitas dan transparannya penegak hukum serta oknum
pemerintahan di Indonesia semenjak orde baru Kita dapat mencegah terjadinya
pelanggaran HAM dengan mempelajari peraturan perundang-undangan mengenai HAM
maupun peraturan hukum pada umumnya, memahami tentang peran lembaga-lembaga
perlindungan HAM,menghormati hak orang lain baik dalam
keluarga,kelas,sekolah,maupun dalam masyarakat,dan juga mengantisipasi serta
berperan aktif jika ada pelanggaran HAM yang terjadi.
Untuk memperingati
kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan
judul Bunga Dibakar di
Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan
perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman.
Munir digambarkan sosok
yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil
Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi
juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan
serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai
berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.
Sebuah film dokumenter
lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's
Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off
Stream Productions.
Pada 7 September 2006, di
Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul
"His
Strory".Film ini bercerita tentang proses
persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan
REFERENSI :
NAMA
: MUHAMAD REZA SYAHPUTRA
NPN : 15216049
KELAS
: 1EA31
MATKUL : ILMU BUDAYA DASAR
TEMA : PEMBUNUHAN MUNIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar