Sabtu, 06 April 2019

TUGAS SOFTSKILL ETIKA BISNIS - IMMORAL MANAJEMEN DI INDONESIA


UNIVERSITAS GUNADARMA
ETIKA BISNIS


KELOMPOK 1
MAKALAH IMMORAL MANAJEMEN
DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
M. REZA SYAHPUTRA
ARRI SETIAWAN
REZKY RAMADHAN
PRAYOGO AJI PRATAMA
RIFKA ADITYA RAHARJA

-3EA31-

1.      Subjek dan Objek
Objek dari kasus tersebut adalah : Wilayah pemukiman warga terkena semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo
Subjek dari kasus tersebut adalah : PT. Lapindo Brantas Inc.

2.      Permasalahan
Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo (Lula) atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Ada yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu. Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8.500 kaki (2.590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pengeboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pengeboran mereka di zona Rembang dengan target pengeborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpur Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9.297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (berlubang-lubang). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standar, operasi pengeboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup dan segera dipompakan lumpur pengeboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah telanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inci. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil dan kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi dan berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.[butuh rujukan] Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pengeboran migas di Indonesia setiap tindakan harus seizin BPMIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BPMIGAS.
Dalam AAPG 2008 International Conference and Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung gempa Bantul 2006 sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan pengeboran sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan kombinasi gempa dan Pengeboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pengeboran.
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp6 triliun.
Berikut adalah kerugian – kerugian yang harus diterima oleh rakyat sekitar :
-  Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
-   Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.
Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
-  Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
-  Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
-  Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan
-  Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar) untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
-  Akibat amblesnya permukaan tanah di sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah
Meledaknya pipa gas milik Pertamina akibat penurunan tanah karena tekanan lumpur dan sekitar 2,5 kilometer pipa gas terendam[4].
-  Ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
-   Tak kurang 600 hektare lahan terendam.
-   Sebuah SUTET (saluran udara tegangan ekstra tinggi) milik PT PLN dan seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan Raya Porong tak dapat difungsikan.

3.      Analisis
Kesimpulan
Dari uraian permasalahan yang telah kami paparkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
*  Semburan lumpur Lapindo terjadi karena ada beberapa aspek yang belum tentu kepastiannya yang benar sebagai akibat munculnya lumpur. Dan ini akan mengakibatkan tidak akan cepat terselesaikannya pada kasus lumpur dan dengan siapa yang akan menanggung jawabkannya pun tidak ad.
Kesejahteraan rakyat korban lumpur Lapindo Brantas masih belum terpenuhi, baik kesejahteraan kehidupan pada umumnya seperti, basic human rights (hak asasi manusia),hak untuk memiliki (properti rights) telah terampas ketika penduduk harus meninggalkan rumah dan harta benda, hak untuk memiliki kebebasan (liberty) mencari nafkah telah ditindas tatkala para buruh dan petani tidak dapat bekerja karena lahan terendam , pabrik tenggelam dan bangkrut terkena semburan lumpur, hak hidup (rights to life) telahterampas dengan jatuhnya korban.
Pemerintah belum bisa berhasil memfungsikan hukum sebagai alat desak  pertanggungjawaban atas bencana lumpur panas Lapindo Brantas. Pemerintah pusat dan daerah sudah bekerja untuk mengatasi masalah lumpur Lapindo ini pada tanggal 26 September 2011, pemerintah kembali memberi perhatian terhadap penanganan luapan lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, dengan membahasnya dalam rapat kabinet.
Saran :
1.      Perlu dibuat lembaga pengawas independen, yang bertugas mengawasi pelaksanaan setiap aktivitas bisnis yang dapat menimbulkan pelanggaran
2.      Pemerintah harus konsisten dalam penegakan sanksi dari setiap pelanggaran yang terjadi
3.      Aturan - aturan yang terkait dalam standar teknis pengeboran minyak dan gas, harusdiatur lebih jelas untuk melindung hak - hak masyarakat dan mencega terjadinya pelanggaran seperti yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas Inc.

4.      Referensi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar